cerpen tentang dia
Tentang 5 September untuk Halu.
“untukmu yang penuh luka”
Hari itu kumelihatmu
berjalan di depanku
kau yang tersenyum
ayu,
terletak tatapan mata
yang penuh makna
aku terbuai. kau buat
aku terjatuh ke hatimu
tapi kau,yang buat
kau terkubur duhatiku
aku apakah bisa
terbangun kini kau pergi
siang yang indah
untuk dilupakan
hari yang penuh
dengan harapan dan malamnya
kau hancurkan
harapanku
kau tak menggapai
tangan harapanku
kini aku mendaku,
apakah salah jika aku
menyayangi insan
sepertimu
apakah aku harus
menghapus semuanya dalam hatiku.
Harapan untuk
mengulang semua jadi semu,
Ketika kau yang
tertawa saat aku tersakiti.
Kau yang terindah dan
penuh luka.
Tidurlah, dalam lelap
malammu saat aku telelap
Kuharap besok aku
terbangun dan melihatmu berjalan di depanku.
Sunyi sore memerah dari upuk barat, menggengam buku di
tangan kasar diiringi nyanyian binatan, seolah mengusik keheningan hati ini. Sore
ini begitu indah untuk mendengar hati yang bertanya akan kekosongngan dan
berharap akan cinta yang penuh dengan keindahan, bukan karena tak menyentuh
helai cinta dan kasih sayang, bukan tentang meratapi nasib kehidupan ini, namun
hati ini, hati yang sering kupertanyakan karena kehampaannya. Saya memiliki begitu
banyak cinta dari setiap insan, tapi masih tetap hati ini kosong. Saya duduk di
teras depan kamar penuh dengan mahluk berasumsi akan ideologi mereka-yah
mahasiswa-. Terkadang bertanya kepada diri sendiri tentang langkah hidup ini.
Dan kosong, entah. Saya telah lama memiliki cinta, sangat
lama, cinta dikatakan dapat memberikan nuansa indah dalam kehidupan, mengisi
hati dalam kesuraman makna kehidupan. Cinta dapat menggoreskan cakarnya dan melukai,
entah seberapa banyak luka telah saya dapat dari kehidupan. Seperti salah satu
sajak dalam buku naynyian lirih 1001 malam oleh Shaf Muhktamar yang berjudul
Menjadi Bayi, teringat salah satu baitnya “lentik jemari bayi yang mungil
menghitung setiap detak jiwanya yang lembut…….”. Saya seperti bayi yang tak
mengerti baik dan buruk kehidupan, benar dan salah kehidupan, seolah membawa kepada
apa yang terus saya impikan dan menjauh. Kesalahan-kesalahpun selalu ada di
memori ingatan, tak terhitung kesalahan hidup meskipun saya mencoba menghitung
setiap serakan kesalah itu. Ada kalanya, keinginan untuk merasakan dekapan
sayang dari cinta, sangat berharap dan tentu bukanlah hal indah bagi saya
mengaharapkannya.
Suasana yang tepat untuk saya melihat kekosongan ini.
Ketika awal datang kekamar ini dan menjalani rutinitas hidup sebagai mahasiswa
dari kampung dan belum mengerti apa yang di harapkan. Saya mengambil jurusan
illmu komunikasi dan tentu arahan dari senior yang pertama ada di kepala adalah
membaca. Membaca merupakan hal pokok dalam berinteraksi dengan ilmu pengetahuan,
membaca membuatku dapat sedikit mengerti mengenai pembicaraan berat dari para senior
di kamar ini, setiap buku yang saya anggap
menarik saya baca, dan mencoba ikut diskusi dengan senior di kamar ini, buku
yang telah selesai saya baca, resensi dan isi dari buku itu saya diskusikan.
Begitu indah saat kita telah membaca dan mengerti apa yang ada dalam buku itu,
namun rasa jenuh muncul dari kedalam hati, kejenuhah hati yang tak pernah saya
harapkan muncul hadir dalam keseharianku.
Awal musim yang datar depan kamar ini, Juli 2005 awal
yang indah untuk melihat begitu banyak
bunga-bunga baru yang mekar, dan saya bertemu dengannya. Seperti lembaran
kertas dengan kata yang tertoreh, membuat hasrat pembaca ingin menelusuri jauh
kedalam setiap kata, kalimat, paragraf hingga lembaran. Hal itu muncul dalam benak ketika melihat Halu
berjalan di depan saya, saya ingin dekat dengannya, saya ingin kenal lebih jauh
tentangnya. Halu itu gadis pemalu, saat kami tertawa, dia hanya tersenyum, dan
cuman menggeser garis bibirnya kesamping. Terkadang saya menganggap, dia ini
merupakan cewe yang penuh teka teki. Namanya Halu, saya suka cara bicaranya,
saya suka tatapannya, dan tentu saya nyaman di sampingnya. Dia datang dari
tempat yang saya tidak kenal, saya tahu Halu adalah gadis menarik bagi begitu banyak lelaki penjarah
bunga yang baru mekar, banyak laki-laki dikampus ini mendekatinya, Halu tetap
pada kehidupannya seolah tak ada yang berubah. Dari setiap laki-laki yang
mengejarnya Halu hanya cuek, namun dengan cueknya itu, membuat laki-laki jadi
semakin tertarik.
Halu suka bertanya
tentang mata kuliahnya, saya terkadang menjadi tempatnya bertanya, aku menikmati
setiap jengkal pertanyaan yang dilontarkan dari mulutnya, yang terkadang
membuat saya salah menanggapi pertanyaannya. Halu bertanya dengan mata
memandang ke saya.
“oh
iya kak, apa bisa, orang yang sudah dekat sekali, seperti pacaran gitu, bisa
bicara hanya dengan saling menatap”
“a,.
ohh, mata itu salah satu bagian manusia yang paling jujur, ada yang bilang
kalau mata itu pintu hati, dan wajah itu papan reklame,,”
“………………oh
gitu ya.”
Saya
tahu dia sedikit bingung dengan penjelasanku, terkadang memang penjelasanku
yang agak sedikit berat. Diantara orang di dalam kamar ini banyak sekali yang
memperhatikan Halu, Halu yang polos dengan senyuman manis membuat lelaki yang
ada di kamar dan dekat kamarku meliriknya dan menggodanya, saya diam dan masih
dengan cara kekanakan menyimpan harapan yang tak jelas.
Ada kalanya saya kangen dengan Halu, entah apakah aku sudah
merasa dekat dengan Halu ataukah aku hanya beralasan untuk menghibur hatiku. Halu
dan saya mengambil jurusan yang sama, dan terkadang kami sering bertemu di kelas
saat Halu mencoba bertanya, mungkin karena saya senior, sehingga Halu merasa
saya pintar, entahlah. Halu punya jadwal
untuk bertanya sama saya, tapi suatu waktu Halu tidak kelihatan di kampus untuk
dua hari ini, terkadang rasa rindu ini muncul, rindu akan tanyanya, senyumnya
dan tentu dengan tingkah sok mengertinya yang saya anggap manis. Dan saya mengirimkan surat untuknya.
Apa
kabar Halu, lagi ngapain, oh iya kemarin saya kekampus tapi saya tidak lihat Halu
di kampus akhir-akhir ini, apa Halu sakit, oh iya bagaimana belajarnya apa
sudah ngerti, kalau belum ngerti tanya sama saya, saya bakal bantu kamuko..
Iram
Surat
yang saya kirim lewat temannya itu dengan sangat berharap dibalas cepat atau
lambat, karena sebaris kalimat dari balasan surat saya, pasti akan mengobati
rasa kangen saya padanya. Berapa jam kemudian surat balasannya muncul.
Alhamdulillah baik, lagi duduk-duduk
dengan kak Rama, kemarin saya memang tidak datang kekampus, lagi sakit, makasih
banyak atas bantuanya, karena ka Iram saya sudah mulai paham kok, tapi masih
perlu di ulangi lagi, besok saya sudah bisa kekampus, saya mau minta bantuan ka
Iram lagi.hehe
Halu
Saya tahu saya adalah mahasiswa dari kampung dan bukanlah
laki-laki yang tidak paham akan dunia kota dengan seluk beluknya, hubungan
dekat kami ini tidak kami jalani seperti orang yang makan malam di kafe, atau
di tempat romantis yang ada di kota, hubungan dekat ini kami jalani dan sering
kami lakukakan di perpustakaan, kami bertemu di perpustakaan, dengan alasan
membaca dan belajar, saat kami berdua terkadang merasa bahwa ada yang
seharusnya dibicarakan serius dan itu tampak dari gerak gerik kami yang
canggung. Perasaan yang aneh muncul dari hati saya dan muncullah kata dengan
kosah kata yang terdapat di setiap buku bacaanku “CINTA”.
Perasaan hati ini terus saya rasakan, entah apakah aku
yang merasa bahwa hanya akulah yang memiliki rasa ini ataukah dia juga. Begitu
tinggi kepercayaan diri saya mengatakan bahwa perasaan kami sama, namun karena
kami ada di Negeri dimana perempuan adalah objek cinta dari laki-laki, maka
laki-lakilah yang menyatakan perasaanya. Beberapa waktu lalu setelah perasaan
ini muncul, kami semakin sering bertemu, Halu yang selama ini bertanya seolah
saya ini adalah kakanya yang tak punya perasaan apa-pa, kini berubah secara
bertahap, tingkah kami saat belajar bersama tidak sama seperti yang telah kami
lakukan selama ini. Mungkin kami sudah sama-sama merasakan perasaan ini.
Setelah sekian lama saya ingin mengutarakan apa yang ada
dalam hati ini, saya sudah membulatkan tekad untuk menyataknya.
Pada hari itu dengan alasan yang sama, saya berencana
menyatakan perasaan ini di perpustakaan dengan berbagai gemuruh yang ada dalam
benak saya, hari itu, dan saya akan menyatakannya. Kami tidak terklalu banyak
bicara, karena Halu yang sedikit terlambat datang. Rencana untuk menyatakannya
di perpustakaan tidak jadi, saya malu karena terlalu banyak orang yang duduk di
samping tempat duduk kami, hingga penjaga perpustakan menyuruh kami keluar
karena waktu istirahat. Saya tidak akan melewatkan kesempatan ini-dalam hati
saya bergumam, dan tetap akan menyatakannya. Setelah kami jalan keluar agak
jauh dari perpustaan saya langsung
menyatakannya tampa meberikan persiapan kepada Halu yang kelihatan tergesa gesa
ingin kekelas, namun yang saya dapatkan hanyalah kata yang mengambang di hati
saya
“Halu
saya suka sama kamu.” Langsung aku nyatakan, dengan nada tak karuan.
“haa, truss, trus.” Halu bertanya, namun bukan
bertanya alasan kenapa saya menyatakan hal itu, Halu cuman mau tahu apa yang
akan saya katakan selanjutnya.
“saya
berharap jadi pacar kamu,kamu mau tidak jadi pacar saya” tampa menatap
matanya-aku malu.
“mmm,…terimakasih
ka Iram, maaf saya tidak tahu, saya duluan ka, ada kelas” dia pergi setiap
langkahnya aku tatapi dan menjauh, hilang.
kata
terakhir Halu di hari itu membuat saya jadi orang aneh, entahlah apakah karena
saya sangat berharap.
Kami jalani hari dengan biasa dan tentu dengan rasa
canggung yang ada pada kami berdua. Awalnya semua berjalan lancar namun hari
demi hari berlalu dan terasa bahwa ada perbedaan yang terjadi pada kami, Halu
menjauh, dan kami jadi jarang bertemu di perpustakaan. Hingga akhirnya saya
mengerti tentang hati saya yang kosong dan Halu. Saya tahu seharusnya dari awal
saya sadar akan halu, dia punya laki-laki lain yang diharapkan, dan tentu saya
tahu, karena setiap saat saya melihat begitu banyak laki-laki yang
mendekatinya. Kini dia menjauh, dan entah, apakah saya salah telah menyakatan
perasaan ini.
Langit sore hari memerah menemani saya hingga datangnya
lentera malam hari dengan bercak indah menemaninya. Buku ini saya tutup dengan
perlahan, buku harian yang membantu meng-ingat-kan kenanganku. Sambil
memperbaiki lipatan kecil yang menutupi tanggal di setiap ujung buku kenangan
ini, tanggal 5 September 2006. Tanggal yang indah untuk di ingat. Saya mulai
beranjak dari tempat duduk dan masuk kekamar yang pengap, sambil bibir ini
tersenyum melihat kehidupan dikamar ini.
Komentar
Posting Komentar